Welcome

This is my blog, Enjoy it...

27 Nov 2009

Rumah Setan

“Rumah Setan”, begitulah anak- anak sekitar komplek menyebutnya. Rumah yang terletak di ujung gang dekat pekuburan itu memang terlihat sangat menyeramkan terlebih lagi ketika malam hari, lewat di depan rumahnya pun tak ada yang berani. Namun demikian, di halaman rumah tersebut tumbuh pohon mangga Arumanis yang sedang ranum. Buah itu merupakan buah kesukaanku.
“Sayang, seandainya pohon mangga itu ada di rumahku pasti akan langsung aku petik, tapi...”, pikirku.
Penghuni rumah itu juga sangat misterius, saya sendiri belum pernah bertemu dengannya. Kabarnya yang tinggal di rumah itu adalah seorang kakek tua berjengot putih dengan raut muka yang menyeramkan. Memikirkannya saja sudah membuatku merinding, apalagi bertemu dengannya aku mungkin akan pingsan. Akan tetapi, aku sebenarnya juga penasaran seperti apa sosok orang yang tinggal di rumah tersebut.
Kami, anak- anak komplek Garuda sangat senang bermain sepakbola dan jalan tercepat untuk ke lapangan adalah dengan melewati rumah tua itu. Akan tetapi, kami lebih baik memilih jalan memutar yang lebih jauh daripada harus melewati rumah itu. Suatu hari ketika kami sedang bermain sepakbola, tanpa sengaja bola itu masuk ke halaman rumah itu. Diantara kami tak ada seorang pun yang berani mengambil bola tersebut, sehingga seringkali bola kami hilang dan kami harus membeli yang baru.
Pada siang hari itu saya, Dodo, Bagus, dan Indra berencana untuk mencuri mangga di rumah tersebut. Kami pun mengendap-endap masuk dan langsung memanjat pohon mangga tersebut. Saya dan Bagus bertugas untuk mengambil mangga, Dodo bertugas menangkap mangga yang jatuh, sedangkan Indra mengawasi keadaan sekitar. Ketika sedang asyik mengambil mangga tanpa sengaja saya menginjak asbes.
“Praaangg....!!!”.
Tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah tersebut.
“Siapa itu diluar...hem..hem..?”
Suara penghuni rumah itu memang terdengar sangat menyeramkan. Aku pun jadi merasa merinding mendengarnya.
“Kabur.....!!!” teriak kami serempak.
Saya langsung mengambil langkah seribu turun dari pohon mangga tersebut. Tapi sayang, ketika sedang lari, sandal sebelah kiri saya terlepas, saya tidak sempat mengambilnya kembali karena takut tertangkap.
Fiuuh..., tak berapa lama akhirnya aku sampai juga di rumah. Mama menyambutku dengan raut wajah yang agak kesal.
“Wan, darimana saja kamu baru pulang sekarang?” tanya Mama dengan agak kesal.
“Biasa Ma, anak muda” jawabku santai.
“Wan, Irwan, tolong Mama sebentar ya! Tolong antar kue ini ke rumah yang di ujung gang itu ya!” suruh Mama.
“Ke rumah setan itu?! Malas ah, Ma!”, kataku
“Jangan begitu, kasihan kan Kakek Dirman sudah 3 tahun ini tinggal sendirian, kedua anaknya sudah hidup sendiri dan istrinya sudah meninggal dunia. Dia orangnya baik kok cuma agak tertutup” Mama menjelaskan.
Akhirnya saya pun terpaksa pergi mengantarkan kue itu. Karena tidak berani pergi sendiri, saya meminta tolong kepada Bagus untuk ikut menemani saya mengantarkan kue. Setelah sampai di sana, kami berdua agak ketakutan, tapi dengan memberanikan diri kami mengetuk pintu rumah itu.
“Tok...tok...tok...!!”
Setelah menunggu agak lama, penghuni rumah tersebut belum juga keluar. Tampaknya rumah itu kosong, tak berpenghuni.
“Gus, tampaknya rumah ini kosong. Kita pulang saja, yuk!” kataku.
“Sabarlah. Kita tunggu sebentar lagi, atau jangan-jangan kamu takut ya?” Tanya.
“Siapa bilang aku takut!? Kamu tuh yang takut.” kataku dengan sedikit kesal.
“Jangan kaget ya kalau nanti kamu bertemu dengannya!” Bagus memperingatkan.
Tiba- tiba pintu rumah itu terbuka dan .....
“Waa........!!!!” Kami berdua berteriak ketakutan bahkan aku sempat pingsan.
Beberapa saat kemudian....
“Bangun, Wan! Kamu tidak apa- apa kan?” tanya Bagus.
“Eh, kamu Gus! Dimana kita?” tanyaku bingung.
“Sudah bangun ya, Wan! Selamat datang di rumah Kakek.” kata Kakek Dirman.
“Wan, ternyata Kakek Dirman ini orangnya sangat baik, aku saja disuguhkan mangga dari hasil kebunnya, hem...manis!!” kata Bagus.
“Huu…dasar tukang makan!” kataku.
“Jadi nama kamu Irwan ya? Kalau tidak salah, ini sandal kamu kan?” tanya Kakek Dirman.
“Benar, Kek. Oh, terima kasih ya, Kek!” kataku dengan sedikit malu-malu.
“Oh ya, Kek! Ini ada titipan kue dari ibu saya” kataku.
“Oh, terima kasih, sampaikan salamku untuk ibumu ya!” kata kakek.
Kami berdua sempat bercanda dan berbincang-bincang dengan kakek Dirman. Ternyata Kakek Dirman adalah orang yang baik dan periang. Ia menceritakan tentang kehidupan pribadinya kepada kami. Sejak istrinya meninggal, Ia merasa sangat kesenian. Ia berharap anak-anak tersebut mau datang ke rumahnya untuk bermain dan menemani. Ia sebenarnya sangat senang dengan anak-anak.
Selain itu, ia juga pandai berdongeng sehingga kami tidak bosan. Sebelum pulang, ia sempat mengembalikan bola milik kami, tak lupa ia memberikan kami berberapa buah mangga. Kami berdua lalu pamit kepada Kakek Dirman.
Ternyata prasangka buruk tentang dirinya selama ini salah, kami berjanji akan kembali mengunjungi kakek Dirman bersama teman- teman lainnya. Tak hanya untuk mengambil mangga saja tentunya, tapi juga untuk menghibur Kakek Dirman. Anak-anak yang lain pun ternyata menyukai Kakek Dirman.
Setahun telah berlalu sejak kejadian itu. Sekarang rumah itu sudah benar-benar kosong. Kakek Dirman sudah meninggal 6 bulan yang lalu. Semua warga komplek Garuda merasa sangat kehilangan terutama anak-anak yang menemaninya selama ini. Semua kenangan tentangnya masih ada sampai sekarang. Anak-anak pun masih suka mengambil buah mangga di rumah tersebut. Kini, tak ada lagi sebutan ”Rumah Setan” Anak-anak kini menyebut rumah itu dengan sebutan “Rumah Kenangan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar